NKRIKU, Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah sejatinya menghadapi anomali di tengah kondisi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang mengalami surplus. Surplus pada periode April 2022 yang senilai Rp 103,1 triliun dianggap sebagai situasi yang semu.
“Pemerintah menghadapi anomali. Pemerintah mungkin mengklaim sekarang APBN sedang surplus. Tapi negara akan menghadapi lonjakan belanja di semester II,” ujar Bhima saat dihubungi pada Senin malam, 23 Mei 2022.
Bhima menuturkan pada semester mendatang, belanja pemerintah berpeluang melonjak akibat belanja subsidi energi. Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah meminta restu kepada DPR untuk menaikkan alokasi subsidi BBM dan LPG guna menghadapi tekanan inflasi global.
Tak hanya subsidi energi, pemerintah pun akan menghadapi kenaikan belanja untuk subsidi pangan hingga pupuk. Pada saat yang sama, kendati laju utang luar negeri melandai, pemerintah harus menanggung beban bunga utang yang meningkat imbas penambahan suku bunga oleh bank sentral di berbagai negara.
Adapun surplus per April 2022, ujar Bhima, terdorong oleh booming harga komoditas dan naiknya tarif pajak. “Harga batu bara sedang meningkat pesat. Di sisi lain ada penambahan pajak PPN 11 persen walau itu tidak terlalu signifikan,” kata dia.
Pada saat yang sama, sepanjang April, pemerintah cenderung masih menahan belanjanya. Belanja negara kebanyakan diserap untuk pemberian tunjangan hari raya (THR) dan tunjangan kinerja (tukin). Karena itu kendati mengalami surplus, dia memperkirakan pemerintah belum akan merevisi target defisit APBN 2022 sampai akhir tahun.