NKRIKU, Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan surplus APBN hingga April 2022 sebesar Rp 103,1 triliun disebabkan oleh tiga faktor. Ketiga faktor itu adalah booming harga komoditas, penekanan terhadap belanja pemerintah, dan kenaikan pajak PPN menjadi 11 persen.
Menurut Bhima, lonjakan harga komoditas yang terjadi sebelum kuartal I tahun ini adalah faktor utama surplus APBN. Selain itu, Bhima mengatakan surplus terjadi karena faktor belanja pemerintah yang ditekan selama kuartal pertama.
“Di kuartal pertama belanja pemerintah mengalami kontraksi dibandingkan kuartal pertama 2021,” kata Bhima Yudhistira saat dihubungi Tempo, Senin, 23 Mei 2022.
Menurut Bhima, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi pelebaran subsidi energi di semester kedua atau pasca Lebaran. Adapun pelebaran defisit outlook APBN 2022 yang baru direvisi sangat tinggi atau 4,5 persen.
“Jadi ini anomali. Pemerintah mengklaim surplus, tetapi sebenarnya mengalami lonjakan belanja di semester II, terutama dari pelebaran subsidi energi, bansos, dan inflasi yang meningkat, serta tekanan suku bunga,” kata Bhima.
Menanggapi belanja April yang lebih tinggi dibanding periode sebelumnya, Bhima mengatakan pemerintah menggencarkan belanja untuk pegawai negeri dan THR.
Selain itu, pemerintah mempersiapkan penambahan alokasi subsidi karena saat itu terjadi migrasi besar-besaran dari pengguna Pertamax ke Pertalite. Bahkan sempat terjadi kelangkaan solar di sejumlah daerah sehingga anggaran subsidi energinya membengkak signifikan.
“Tinggi belanja April ini disebabkan belanja pegawai. Selain itu ada tunjangan kinerja ASN yang naik 50 persen,” tutur Bhima.